Entri Populer

Selasa, 14 Oktober 2014

Penyuluhan Kepada Kelompok Tani Mina Swadaya

Kelompok Tani Mina Swadaya adalah sebuah kelompok tani yang fokus pada usaha budidaya ikan. Ikan yang dibudidayakan adalah ikan bawal dan nila. Kelompok ini memiliki sebuah masalah yaitu tentang cara pemberian pakan ikan yang baik dan benar. Selama ini pemberian pakan dilakukan hanya ketika 'eling' saja. Selain itu pemberian pakan juga tidak teratur, pakan yang diberikan tidak ditakar terlebih dahulu dan hanya asal tebar sehingga banyak paka yang terbuang. Oleh karena itu kelompok lima  DPKP melakukan penyuluhan kepada salah seorang petani ikan yaitu Bapak Sumarno selaku sekretaris dari Kelompok Tani Mina Swadaya tentang cara pemberian pakan ikan nila yang baik dan benar. Berikut dokumentasi dari penyuluhan tersebut.






Videonya




Jumat, 19 September 2014

Industri Perikanan Terpadu

CENTER FOR COASTAL AND MARINE RESOURCES STUDIES
BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian Bogor

ARTIKEL
INDUSTRI PERIKANAN TERPADU
Monday, 28 May 2012 10:36 | Written by CCMRS-IPB |
Dimuat : Koran Harian Sore Sinar Harapan, 29 Maret 2006




Kebijakan industri perikanan terpadu merupakan amanat UU No 31/2004. Pada Pasal 25 disebutkan, usaha perikanan meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.

Berdasar pasal ini, Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi menghentikan kerja sama penangkapan ikan oleh kapal Filipina pada Desember 2005, kapal Thailand tahun 2006, dan kapal China 2007.

Kapal asing tidak diusir secara total dari perairan Indonesia karena ada skema joint venture (usaha patungan). Dengan sistem ini kapal asing boleh melakukan penangkapan ikan di Indonesia bekerja sama dengan pengusaha Indonesia. Awak kapalnya pun harus dari Indonesia.

Tapi sebelum bicara joint venture, pemerintah terlebih dahulu harus membenahi data yang berkaitan dengan potensi sumber daya ikan Indonesia. Apakah validitasnya dapat dipertanggungjawabkan sehingga mendukung pemberian izin? Berbagai peraturan internasional seperti Konvensi Hukum Laut (UNCLOS 1982), UN Compliance Agreement 1993, UN Fish Stock Agreement 1995, dan Code of Conduct for Responsible Fisheries 1999 menekankan artinya validitas data berdasarkan kajian ilmiah terbaik guna menciptakan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Bila peraturan perikanan internasional ini diabaikan, dikhawatirkan perdagangan produk perikanan Indonesia di dunia mendapatkan ganjalan (embargo). Lemahnya data perikanan akan menjebak Indonesia pada ketentuan illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing yang sedang diperangi masyarakat perikanan global.

Soal Bendera

Izin penangkapan ikan harus juga mengacu ketentuan UNCLOS 1982, yang mencakup penetapan jenis ikan yang boleh ditangkap, penentuan kuota tangkapan dan penentuan ukuran ikan. Dipastikan, izin yang diberikan Indonesia kepada kapal asing selama ini tidak menyebutkan jenis ikan, kuota tangkapan, dan ukuran ikan. Bagaimana mau menciptakan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan bila hal-hal yang terkait dengan pengelolaan perikanan tidak diatur?

Konsep kebijakan industri perikanan terpadu ternyata masih menyisakan permasalahan, yaitu re-flagging. Istilah re-flagging (pembendaraan kembali) diartikan sebagai upaya untuk memperoleh kebangsaan dari negara lain di luar negara kebangsaannya semula.

Dalam konsep ini, Pemerintah Indonesia mengharuskan kapal ikan asing yang melakukan joint venture di perairan Indonesia menggunakan bendera Indonesia yang merupakan bagian dari paket investasi. Inilah yang menjadi batu sandungan, karena kapal-kapal asing tersebut bertahan dengan bendera negara asalnya.

Konsekuensi dari re-flagging adalah perlakuan terhadap kapal asing harus disamakan dengan kapal lokal, seperti pemungutan pajak, subsidi BBM dan penangkapan ikan di laut teritorial. Perlakuan ini perlu diwaspadai, karena di laut teritorial banyak beroperasi nelayan Indonesia yang umumnya berskala kecil hingga menengah.

Jadi, kalau kapal asing yang nantinya berbendera Indonesia melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut teritorial, dapat dipastikan akan menambah angka konflik nelayan. Konflik tersebut bukan hanya disebabkan kesenjangan alat tangkap, tetapi juga pelanggaran jalur tangkapan ikan dan konflik fishing ground.



Bersaing Terbuka

Ada kelebihan dari kebijakan industri perikanan terpadu, yaitu ada kewajiban perusahaan joint venture membeli ikan nelayan lokal. Namun, hingga saat ini skema tersebut belum jelas. Sebagaimana kita ketahui, kualitas tangkapan nelayan lokal dipengaruhi keterbatasan teknologi penanganan ikan di atas kapal. Rendahnya kualitas berpengaruh pada nilai jual.

Gawatnya lagi, mungkin saja kualitas hasil tangkapan nelayan lokal tidak sesuai dengan standar mutu perusahaan pengolahan sehingga akan terjadi penolakan pembelian. Maka kebijakan re-flaging akan menyudutkan nelayan lokal dan membawa mereka ke tingkat kemiskinan yang berkepanjangan. 

Mereka akan saling bersaing terbuka dengan nelayan asing yang berbendera Indonesia di laut.
Selama ini kapal asing yang hanya boleh beroperasi di perairan ZEE Indonesia sudah merepotkan nelayan lokal. Bagaimana jadinya kalau nelayan lokal harus bersaing terbuka dengan kapal asing yang menggunakan alat tangkap berteknologi tinggi di laut teritorial?

Guna menciptakan kelancaran dalam pelaksanaan kebijakan industri perikanan terpadu, pengurusan izin yang lambat/berliku harus dipangkas. Perlu buku pedoman mengenai cara-cara investasi di bidang perikanan. Buku tersebut tidak hanya bertujuan menciptakan kemudahan berinvestasi, tetapi juga menciptakan transparansi karena proses perizinan di bidang perikanan rawan pungutan liar.

Kamis, 18 September 2014

Pertanian Terpadu Yang Menguntungkan



Istilah pertanian terpadu muncul di awal tahun  80-an. Pada saat itu Soeharto sebagai presiden Indonesia yang sangat menyukai bidang pertanian mencanangkan program bagaimana meningkatkan produktivitas pertanian dalam lahan yang terbatas.  Penasehat pertanian Soeharto memberikan ide dari keberhasilan pertanian terpadu di Negara-negara Asia dan Afrika melalui hasil seminar dan implementasi penelitian pertanian terpadu.  Saat itu diusulkan bagaimana mengombinasikan pertanian dengan peternakan dan perikanan.  Kemudian muncullah istilah-istilah lokal dalam pertanian terpadu yang membeikan arti kombinasi budidaya pertanian, misalnya mina padi (pertanian padi yang digabungkan dengan membudidayakan ikan di sawah); longyam (balong-ayam), yang merupakan suatu teknik budidaya ayam yang dikandangkan di atas kolam ikan.

Pada prinsipnya, pertanian terpadu adalah menggabungkan berbagai teknik budidaya dari peternakan, perikanan dan pertanian, yang bertujuan untuk saling mendukung dan memberi sumber energi (makanan) di antara tanaman atau hewan yang dibudidayakan, sehingga biaya produksi pertanian menjadi lebih tinggi dan lebih efisien, karena ada rantai makanan (energi) untuk kehidupan di dalam sistim pertanian yang saling mendukung.   Sistim pemberian energi yang saling mendukung tersebut dapat diberikan contoh secara sederhana:  limbah-limbah pertanian berupa daun, buah, bunga bisa diberikan ternak atau ikan pemakan tanaman (herbivora); kotoran ternak/ikan bisa digunakan untuk pupuk;  limbah ternak pemakan biji-bijian dan protein hewani (ayam) bisa digunakan untuk makanan ikan dan babi; bangkai ayam/bebek bisa dimakan oleh ikan lele; kotoran sapi bisa digunakan sebagai makanan cacing; cacing bisa digunakan sebagai makanan unggas atau ikan; kotoran ternak (sapi, babi, ayam, kambing, manusia) bisa digunakan untuk biogas, sebagai sumber energi manusia; produksi pertanian, peternakan dan perikanan diambil manfaatnya secara keseluruhan untuk manusia.

Semenjak tahun 2000-an,   usaha pertanian terpadu meningkat kombinasinya menjadi agrowisata/ ekowisata, sebagai tempat percontohan pertanian yang layak dikunjungi untuk tujuan wisata, perjamuan, penyegaran (refreshing), pendidikan, pelatihan, seminar dan pertunjukan seni/budaya. Usaha agrowisata dan ekowisata menjadi berkembang, seiring dengan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat akan kebutuhan produk-produk pertanian organik, kesehatan, kecantikan, umur panjang dan kelestarian lingkungan.

Saya mengunjungi banyak tempat pertanian yang telah menerapkan pertanian terpadu sejak tahun 2000. Dari kunjungan tersebut banyak ide-ide segar bisa diambil untuk dipraktekkan di dalam pertanian sendiri, atau bisa diinformasikan kepada peserta pelatihan, atau kepada mereka yang ingin menambah wawasannya tentang pertanian terpadu.  Kombinasi pertanian terpadu yang ditemukan bukan saja dari pertanian, peternakan dan perikanannya saja, tapi jauh lebih detil lagi dan menjadi semakin menarik, karena pertanian terpadu tersebut tergantung dari jenis tanaman, ikan, dan ternak yang dibudidayakan, serta  manusia yang berinteraksi, sebagai pengelola, sebagai pemutar dan ikut terlibat dalam perputaran roda ekonomi pertanian terpadu tersebut.

Pertanian terpadu menjadi semakin menarik untuk dilihat, direnungkan dan dipraktekkan, jika dari sistim pertanian terpadu tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi sistim pertanian terpadu tersebut (tanaman, ternak, ikannya) hidup sehat dan subur, dan jauh lebih penting lagi adalah manusianya (petaninya) mendapatkan kesejahteraan (keuntungan materi) dari hasil usaha peternakan, pertanian dan perikanannya tersebut.  Secara singkat dapat dijelaskan bahwa, tujuan dari praktek sistim pertanian terpadu tersebut adalah, memberikan lingkungan dan manusia yang sehat, memberikan keuntungan secara lahir batin kepada manusia, serta hemat energi untuk memproduksi hasil pertanian.

Untuk bisa memberikan keuntungan materi dalam menerapkan pertanian terpadu, hendaknya petani/pengusaha pertanian tidak memaksakan suatu komoditas pertanian/peternakan/perikanan tertentu.  Jika banyak air tersedia, maka lebih bagus air tersebut dimanfaatkan untuk usaha perikanan sebagai inti pertanian terpadu.  Jika banyak makanan hijauan ternak tersedia, maka lebih baik peternakan digunakan sebagai inti pertanian terpadu.  Kondisi tanah dan iklim juga menentukan komoditas tanaman yang akan dibudidayakan, yang juga disesuaikan dengan budaya pertanian setempat untuk tujuan memenuhi pemasaran produk pertanian yang sudah ada, atau dicarikan terobosan baru, dengan mencari jenis tanaman baru yang memiliki peluang pasar yang lebih baik.



Pengalaman saya dalam mempraktekkan budidaya pertanian terpadu adalah dengan membuat areal pertanian terpadu tersebut sebagai tempat tujuan wisata, sebagai tempat belajar dan berdiskusi, dan juga sebagai sarana percontohan untuk berbagai kalangan masyarakat yang ingin melihat dan belajar tentang pertanian terpadu.  Untuk menarik perhatian masyarakat, pertanian terpadu tersebut perlu diberi nama yang menarik, misalnya dengan menggunakan namanya sendiri.

Orang Bali sering menamakan nama pertanian terpadunya dengan namanya sendiri, misalnya: Nyoman Farm; Made’s Gargen; atau Regeg    Organic Farming. Demikian juga orang Jepang sering memakai namanya sendiri untuk produk pertanian organic atau pertanian terpadunya, misalnya Suzuki Farm; Okamoto Green, dsb. Saya mencoba mengembangkan pertanian terpadu dengan konsep kebun herbal organik, sebagai sarana belajar, bermain dan perjamuan, dengan nama Bokashi Farm. Dengan nama tersebut, banyak orang datang, belajar dan berwisata ke tempat pertanian terpadu saya.  Di dalam sistim pertanian terpadu tersebut saya juga mempraktekkan teknologi Effective Microorganisms (EM), sehingga semakin banyak orang yang datang dan belajar tentang konsep pertanian terpadu yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat.



sumber: http://em4-indonesia.com/pertanian-terpadu-yang-menguntungkan-oleh-gn-wididana/

Populasi Kuda Laut Dalam Bahaya

Kuda Laut adalah ikan famili Syngnathidae dan semua spesiesnya termasuk dalam satu marga yaitu Hippocampus.


Ikan ini berbentuk aneh, kepala menyerupai kuda dan ekor seperti ekor kera. Di dalam air posisi tubuh tegak dengan kepala di atas dan ekor di bawah.


Kelompok hewan ini dapat dijumpai hidup di berbagai habitat seperti padang lamun, terumbu karang, mangrove dan estuaria, baik di perairan tropis maupun ugahari (temperate). Umumnya hewan ini berada di perairan de-ngan kedalaman antara 1-15 meter. Kuda Laut merupakan hewan unik karena yang jantan "melahirkan" anaknya. Kuda Laut betina menaruh telur-telurnya di dalam kantong yang ada di perut jantan dan di situ telur-telur tersebut dibuahi. Lama sang jantan "mengandung" berkisar antara 10 hari sampai enam minggu, tergantung pada spesies dan suhu perairan. Sekali kelahiran dapat memproduksi 100‑200 anak Kuda Laut.

Pengetahuan mengenai populasi alam dan biologi Kuda Laut tidak banyak diketahui oleh para ahli. Langkanya informasi tersebut menyebabkan sulitnya menduga dampak eksploitasi terhadap populasi Kuda Laut. Meskipun demikian, para nelayan dan pedagang sepakat bahwa dalam lima tahun terakhir ini populasi Kuda Laut di Asia Tenggara menurun 15-50%.Manusia merupakan "predator" yang utama. Para ahli memperkirakan bahwa pada tahun 1995 paling sedikit 20 juta ekor Kuda Laut kering diperdagangkan dan beratus ratus ribu lagi diekspor sebagai ikan hias. Kuda Laut tidak hanya dimanfaatkan sebagai ikan hias, tetapi juga sebagai bahan obat tradisional Cina untuk mengobati berbagai penyakit seperti asma, tulang patah, kelainan ginjal dan impoten. Hewan ini juga dianggap sebagai bahan perangsang libido seksual.

Lebih kurang 45 negara terlibat dalam perdagangan hewan ini dengan Cina, Hongkong dan Taiwan merupakan negara pengimpor terbesar. Pada tahun 1992 Cina saja diperkirakan mengkonsumsi 20 ton Kuda Laut kering sedangkan Taiwan pada tahun 1994 mengimpor sekitar tiga juta ekor hewan ini. Menurut data yang ada negara‑negara pengekspor terbesar adalah India (1,3 juta ekor/tahun), Filipina, Thailand dan Vietnam. Data ekspor ikan ini dari Indonesia sulit didapat, tetapi diperkirakan juga cukup besar. Secara individual, perikanan Kuda Laut adalah kecil tetapi secara kolektif sangat besar dan luas serta berpotensi merugikan populasi alami. Kegiatan perikanan ini merupakan mata pencaharian penting nelayan tradisional di berbagai negara berkembang. Sebagian besar perdagangan Kuda Laut dilakukan secara legal dan tidak ada pengaturannya, tetapi makin banyak negara mulai memantau dan mengendalikannya. Sebagian besar spesies Kuda Laut tercantum sebagai hewan "Vulnerable" pada IUCN Red List of Threatened Animals tahun 1996, tetapi tidak mempunyai implikasi hukum terhadap pengaturan perdagangannya.

Sebagai akibat dari permintaan dunia terhadap Kuda Laut yang terus meningkat serta ketidakpastian dari dampak eksploitasi terhadap populasi alami, maka pembudidayaan Kuda Laut mendapat perhatian yang serius banyak ahli. Pembudidayaan dianggap tidak hanya dapat mengurangi tekanan terhadap populasi alam, tetapi juga dapat menciptakan mata pencaharian alternatif bagi banyak nelayan. Meskipun demikian, berbagai keberhasilan pembenihan Kuda Laut masih dalam skala laboratorium. Masih banyak masalah yang harus dipecahkan antara lain bagaimana menyediakan pakan hidup berupa plankton hewan, serta ke-rentanannya terhadap berbagai penyakit. Selain itu ada kecen-derungan pasar lebih memilih Kuda Laut yang ditangkap dari alam.

Sementara para peneliti masih harus menempuh jalan panjang untuk dapat membudidayakan Kuda Laut secara masal. Studi-studi untuk memahami aspek-aspek biologi hewan ini terus diupayakan untuk mendukung usaha konservasi populasi ikan ini secara luas. Pada tahun 1996 para ahli telah meluncurkan program yang disebut Project Seahorse guna menanggulangi penurunan populasi Kuda Laut akibat eksploitasi yang tidak terkendali. Proyek merupakan program terpadu untuk konservasi dan usaha-usaha pengelolaan yang ditujukan untuk menjamin keberadaan populasi Kuda Laut di alam dan keutuhan habitatnya, serta masih memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk memanfaatkannya. Project Seahorse dipimpin oleh Dr. Amanda Vincent dari Mc Gill University, Montreal, Canada dan Dr. Heather Hall dari Zoological Society of London, Inggris. Anggota tim proyek ini berada di beberapa negara seperti Canada, Inggris, Filipina dan Hongkong serta berafiliasi dengan Great Barrier Reef Aquarium Australia. Project Seahorse melaksanakan beberapa aktivitas seperti
  • Mempelajari biologi Kuda Laut baik di habitat alam maupun di laboratorium; 
  • Memantau perikanan dan perdagangan Kuda Laut di seluruh dunia;
  • Mengkoordinasikan pemeliharaan Kuda Laut di akuarium di seluruh dunia;
  • Melaksanakan konservasi berbasis masyarakat di Filipina termasuk penetapan daerah perlindungan (sanctuary), program pendidikan dan pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan penangkap Kuda Laut;
  • Menyelenggarakan lokakarya baik nasional maupun internasional mengenai konservasi dan pengelolaan Kuda Laut




Disarikan oleh DR. M. Hutomo
dari Reef Research 9 (3) : 1999

Source : Kalawarta ,Vol 3 No.4 Mar'2000

Rabu, 17 September 2014

Panen Nila dan Selada dengan Ekoponik


Setiap 4-5 bulan David, pehobi asal Australia, memanen ikan nila. Namun tidak hanya nila, ia juga memetik selada di tempat memanen nila. Padahal sepintas tidak terlihat kolam pembesaran nila.
Yang tampak hanya barisan selada di atas talang hidroponik dan beberapa kolam fiber tertutup styrofoam. Namun, saat penutup putih itu diangkat baru terlihat ratusan nila. Nila-nila itu dipanen menggunakan jaring. Setiap kali memasukkan jaring, David mengangkat 3-4 nila bobot 150-200 gram. Cara David itu populer sebagai ekoponik.

Sejatinya sistem ekoponik memadukan akuaponik dan hidroponik. Prinsip teknik itu adalah membuat air berputar dari satu kolam ke kolam lain tanpa ada yang terbuang. Meski di lahan sempit dan sumber air terbatas, David dapat membesarkan nila, selada, bahkan  tanaman hias sekaligus.
Ekoponik desain David terdiri dari kolam ikan berukuran 3,4 m x 1 m x 1 m. Lalu 3 talang NFT sepanjang masing-masing 3 m ditanami selada hijau, 2 tumpukan styrifoam sebagai biofilter, kolam permanen yang dilengkapi tanaman air sebagai filter alami, tangki pembersih racun, dan kolam lobster berukuran 1,5 m x 0,5 m x 0,5 m. Setiap bagian dihubungkan dengan pipa PVC berdiameter 3,5 cm sepanjang 2-3 meter. Di ujung pipa diberi lubang sebanyak 15-20 buah sebagai tempat keluar air sekaligus aerator. Air didorong menggunakan 2 pompa otomatis setiap 15 menit. Dengan cara itu kebutuhan oksigen terlarut terjamin.
Cara kerjanya? Sebanyak 500-600 liter air dalam kolam ikan menjadi sumber air utama bagi sistem ekoponik. Dari sana air mengalir ke kolam nila dan talang hidroponik. Nah, supaya air bebas nitrat, amonium, dan polutan beracun, sebelumnya dimasukkan ke dalam kolam berisi aneka tanaman paku seperti boston ferns, maiden hair ferns, dan selada. Tanaman-tanaman itu akan menyerap kelebihan nitrat yang berbahaya bagi ikan nila. Nitrat dan amonium malah dibutuhkan tanaman air untuk tumbuh.
Lantaran sistem ekoponik dirancang untuk kontinu menyuplai nutrisi, maka nitrat dan amonia yang terkandung dalam kotoran ikan dan lobster perlu difilter. Dari kolam lobster, nitrat, amonia, dan zat padat terlarut dialirkan melalui pipa PVC berdiameter 3,5 cm sepanjang 1-2 m menuju tangki pembersihan. Di dalam tangki berkapasitas 65 liter itu racun ditangkap menggunakan katup dan kain yang dilekatkan pada ujung pipa.
Agar lebih steril, David menyaring kembali air di kolam penyaringan. Kolam berukuran 0,5 m x 0,2 m x 0,3 m dilengkapi tanaman air bacopa monniera yang berfungsi sebagai penahan kerikil dan kotoran padat lain. Sebanyak 10-15 tanaman air itu diletakkan di dalam lubang di dasar kolam.
Dengan sistem gravitasi, air kemudian mengalir secara otomatis ke biofilter yang posisinya lebih rendah. Biofilter sederhana itu berupa 10 tumpukan boks styrifoam yang dasarnya diberi 4-5 lubang kecil dan dialasi jaring halus. Setiap tumpukan berisi ratusan bola-bola kecil yang bertugas menangkap sisa nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Nah, air itulah yang dipompa kembali menuju kolam nila dan NFT.






Sumber: www.bebeja.com/ekoponik-panen-selada-dan-ikan-nila